sinopsis | resensi film | Stake Land (2010) | trailer | review
DIRECTOR: Jim Mickle
STARRING: Connor Paolo, Nick Damici, Kelly McGillis, Danielle Harris, Michael Cerveris
RUNTIME: 98 min
3.0/4 (Roger Ebert)
Stake Land (2010) Trailer
sinopsis | resensi film | Stake Land (2010) | trailer | review
"The most dangerous thing is to be alive."
Stake Land. Mmm.. jika judul film ini diartikan secara harfiah kurang lebih mempunyai arti 'negeri taruhan', namun dilain sisi kata stake juga dapat berarti 'pasak'. Dengan poster film yang berbau gory plus cipratan darah disekelilingnya, ditambah dengan latar sebuah kota yang hancur dibelakangnya. Ya, sesuatu yang bertemakan 'kematian', 'chaos', maupun 'akhir dari dunia' sudah cukup menggelitik diri saya untuk mencoba mencicipi film ini. Oke, maka perjalanan pun dimulai.
"We were on our own now. Me and Mister. Traveling through a ruined land." ~Martin |
Film diawali dengan adegan sebuah mobil yang melintas di samping padang rumput yang sepi. Didalamnya terdapat dua orang, tua dan muda. Seorang tua itu seketika melepaskan tiga tembakan kearah jok belakang mobil, sambil diiringi sebuah narasi oleh seorang muda yang bernama Martin (Connor Paolo), seorang anak remaja tanggung yang belum lama kehilangan kedua orang tuanya yang dihabisi oleh sesosok vampire-zombie. Vampire-zombie? Ya, setidaknya itu merupakan interpretasi pribadi yang saya tangkap saat melihat para 'vamps' beraksi dikegelapan malam. Kisah Martin tidak jauh berbeda dengan nasib segenap warga Amerika Serikat yang menjadi 'korban' dari kolaps-nya sebuah negeri karena kejatuhan ekonomi dan politik, yang kemudian diperparah dengan merebaknya pandemik vampire dipenjuru negeri. Kota-kota besar diceritakannya telah hancur dan mati. Mati karena penyebaran pandemik vampire yang subur dan sangat cepat. Sedangkan para penduduk yang masih tersisa banyak yang berusaha menyelamatkan diri ke daerah-daerah terpencil dipinggiran kota.
Seiring perjalannya, satu demi satu mereka bertemu dengan para survivor lain seperti, Anna (Kelly McGillis), seorang suster malang yang mengalami tindak kekerasan dan mengalami krisis keyakinan. Belle (Danielle Harris), seorang wanita muda yang tengah hamil, serta Willie (Sean Nelson) seorang marinir. Bersama-sama mereka berusaha bertahan hidup malam demi malam, bukan hanya dari kawanan vampire namun juga dari ancaman sekte sesat yang berkembang pesat dan menguasai daratan Amerika disaat semua harapan dan keyakinan masyarakat telah sirna.
Merasa cukup familiar dengan plot cerita diatas? Hampir sebagian besar film-film bertema post-apocalyptic apalagi yang menyertakan unsur-unsur zombie, vampire,
maupun pandemik virus ganas lain didalamnya, hampir semuanya memiliki
jalan cerita yang mirip. Ya, film-film yang mengusung tema zombie/vampire outbreak terkadang memang tetap menarik untuk dinikmati. Masih teringat dalam benak kita film I Am Legend (2007)
yang dibintangi oleh Will Smith dengan tema serupa namun dalam setting
yang berbeda yaitu diantara gedung-gedung pencakar langit, atau mungkin
yang full action seperti franchise Resident Evil. Lalu
apa yang ditawarkan oleh film ini? Tidak ada yang benar-benar baru dari
film yang disutradarai oleh Jim Mickle ini, sutradara yang juga dikenal
dengan film zombie lainnya, yaitu Mulberry Street (2006). Sang sutradara pun total baru menyutradarai 3 film termasuk didalamnya film low-budget ini. Namun jangan juga terburu-buru men'judge' film ini hanyalah sebuah "just another zombie-like movie".
Dialog yang ada pun mengalir dan terdengar seperti semestinya. Di film ini kita tidak akan menemukan dialog-dialog annoying plus bawelan dari karakter cerewet dan sok berani yang biasanya muncul dalam film-film horor kebanyakan. Dari jajaran cast yang notabene masih cukup baru terdengar di telinga saya, hanyalah akting dari Paolo dan Damici yang menurut saya memang menonjol dan pas dengan karakter yang dimainkan. Paolo sukses memerankan seorang anak remaja yatim piatu yang bisa mempertahankan sikap 'ke-innocence-an' melalui gesture, dialog juga melalui narasinya dalam film, walaupun dia beberapa kali berhasil membunuh vampire. Sedangkan Damici pas dalam membawakan sosok Mister sebagai 'ayah dadakan' -jikalau saya boleh menyebutnya begitu- yang begitu care terhadap Martin, dibalik sikap aslinya yang arogan dan cuek. Dari segi teknis pun saya cukup puas dengan sinematografi yang ada. Kesan kesedihan, kesepian, dan kehilangan, benar-benar terasa dengan variasi tone gambar dari yang bluish sampai ke tone natural yang membumi. Beberapa adegan dan scenery pun terpapar dengan angle kamera yang cukup apik. Ditunjang dengan scoring yang pas oleh Jeff Grace, yang pernah terlibat dalam departemen musik ke semua film The Lord of The Rings, dengan lantunan-lantunan musik yang menambah kesan bagi film ini.
Untuk sekelas film berbujet rendah yang kabarnya hanya sekitar $600,000, Stake Land jelas mempunyai nilai tersendiri. Ketika awal menonton pun saya tidak berekspektasi apa-apa. Jangan bayangkan film ini penuh adegan action dengan banyak CGI disana-sini, atau mungkin dengan karakter-karakter keren dengan cewek seksi didalamnya. Film ini terasa lebih 'down to earth', lebih manusiawi, cukup jarang terdengar ada letusan-letusan senjata api, karena kembali lagi seperti judul filmnya, sang survivor lebih banyak mengandalkan pasak dalam mempertaruhkan nyawanya. Jika bisa saya gambarkan film ini layaknya Zombieland (2009) tanpa humor, namun dengan vampire didalamnya.
sinopsis | resensi film | Stake Land (2010) | trailer | review